menilik-pola-integrasi-pertanian-dan
Bertani bisa sangat mengasyikkan. Tidak hanya produksi yang maksimal, tapi bagaimana lahan bisa optimal. Praktik yang dilakukan petani di Desa Sidodadi, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deliserdang ini sangat cerdik. Mereka bisa panen cabai, baby corn, jagung, dan padi di lahan yang sama. Bagaimana bisa?
Raeli, Ketua Kelompok Tani Juli Tani berbagi pengetahuan dan pengalamannya, Minggu (16/12/2018). Kelompok tani yang diketuainya itu mengolah lahan cabai seluas 31 hektare dan 17 hektare padi sawah. Baru 31 hektare lahan cabai yang dikerjakan dengan optimalisasi yakni dengan bertanam jagung dan padi.
Pola pertanaman yang dilakukannya adalah, pertama kali yang ditanam petani adalah jagung. Pada umur 2 Minggu, petani menanam padi. Pertanaman cabai dimulai pada 2 Minggu setelah tanam padi. Saat jagung berumur 40 hari, petani bisa memanen baby corn. "Jagung itu kan satu batang minimal 3 tongkol, nah, satu saja dipanen baby corn untuk dijual kan sudah bisa menghasilkan uang," katanya.
Kemudian , pada usia 66 hari, jagung tua atau juga disebut jagung dewasa sudah bisa dipanen. Usai panen jagung, tak sampai 2 Minggu petani sudah bisa memanen cabainya. Padi, umur 110 hari sudah bisa panen. Dengan begitu, di lahan yang sama petani bisa memanen berkali-kali. "Cabai kan umurnya lebih panjang, jadi dia yang paling akhir habis panennya," katanya.
Dikatakannya, petani tidak perlu khawatir dengan jumlah produksi meskipun pertanaman bercampur. Di lahan 1 hektare, cabai masih bisa menghasilkan total 16 ton. Padi pun demikian, jika biasanya hanya bisa menghasilkan 200-250 kg/Rante, petani yang menerapkan pola optimalisasi lahan justru bisa menghasilkan 500 kg/Rante.
Hal ini dikarenakan asupan nutrisinya yang baik. Saat pemupukan jagung atau cabai, padi juga mendapatkan manfaatnya. Karenanya tidak mengherankan jika saat ini semakin banyak petani yang menerapkan pola tersebut. Lalu, petani juga bisa menghasilkan 400 kg. "Saat ini jagung petani Rp 3.000/kg. Itu harga normalnya. Kadang bisa sampai Rp 4.800/kg," katanya.
Mampu Produksi Pupuk Kompos
Dari 105 orang anggota Kelompok Tani Juli Tani di Desa Sidodadi, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deliserdang, baru 50-an yang memelihara rata-rata 6 ekor kambing. Manfaatnya banyak, salah satunya untuk bahan baku pupuk kompos. Kelompok tani ini sudah mampu memproduksi 90 ton/bulan.
Raeli, sang ketua kelompok mengatakan, jika dihitung saja tiap petani dengan jumlah rata-rata ternak kambingnya sebanyak6 ekor, tiap bulan bisa mengumpulkan 50 kg kotoran untuk bahan baku kompos. Dengan memelihara kambing, petani melakukan pola integrasi pertanaman padi, cabai, jagung dan peternakan.
Kotoran kambing dari anggota kelompok tani tersebut seluruhnya dikumpulkan untuk diolah dengan bahan campuran lain seperti dedak padi atau bekatul, merang padi, biostarter NA11, gula, air dan lain sebagainya. Perhitungannya, 1 ton kotoran kambing dicampur dengan 300 kg merang padi, 30 kgbekatul, NA11 yang sudah dilarutkan dengan 50 liter air dan 1 kg gula pasir.
Tahun 2017 yang lalu, kelompok taninya mendapatkan bantuan gedung dan mesin dari PT Angkasa Pura II. Dari situ produksi pupuk kompos berlangsung hingga sekarang. Dengan mesin berkapasitas 300 kg/jam, dioperasikan selama 8 jam/hari dan menghasilkan rata-rata 2,4 ton/hari. Jika dihitung perhari menghasilkan 3 ton, maka dalam satu bulan 90 ton pupuk kompos berhasil dibuat kelompok taninya.
Dia menambahkan, pupuk kompos itu dipasarkan kepada anggota kelompok tani sendiri, kemudian petani di Desa Karang Anyar, Kecamatan Beringin, Deliserdang dan ada juga kepada pelanggan di Sri Bamban, Serdangbedagai. "1 ton kompos itu bisa untuk 1000 meter dengan kata lain, 400 kg/Rante," katanya.
Produksi Saos Sambal Tambah Pemasukan Petani
Lahan pertanaman cabai membentang seluas 31 hektare di Desa Sidodadi, Kecamatan Beringin, Deliserdang. Dari lahan seluas 1 hektare saja bisa menghasilkan 16 ton. Jika ditotal, maka terdapat 496 ton cabai dari desa ini. Jika tidak dikelola dengan baik, petani bisa merugi karena harganya jatuh ketika panen raya. Petani di sini ada kiat sendiri dengan membuatnya jadi saos.
Ketua Kelompok Tani Juli Tani, Raeli mengatakan, tahun 2017 yang lalu pernah terjadi anjlok harga cabai petani karena panen raya. Petani pun merugi. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Deliserdang pada tanggal 1-11 Januari memberikan pelatihan kepada petani untuk mengolah cabai menjadi saos. Dari situ petani hingga kini konsisten memproduksi saos walaupun jumlah dan pemasarannya masih terbatas.
Dikatakannya, produksi saos masih dilakukan secara rutin. Setiap Minggu bisa menghasilkan 80-100 kg. Produksi saosnya dipasarkan kepada penjual bakso, kedai-kedai atau rumah makan, dan pesanan untuk pesta. Pihaknya masih kalah dengan saos produksi dari perusahaan yang bisa menjual dengan harga lebih murah. Saos yang diproduksinya dijual dengan harga Rp 10.000/botol (300 mm).
#bertaniasyik #pertanian #peternakan #integrasi #deliserdang #milenial #gap #agriculture
...
https://www.youtube.com/watch?v=xtAQPL4s7FQ
Transaction
Created
1 year ago
Content Type
Language
video/mp4
id